Keadilan Restoratif, Langkah Menuju Terbebas Dari Hukum Pidana

Terlepas dari segala hiruk pikuk persoalan hukum Pidana yang berlaku di Indonesia yang mana prosedur beracara pada umumnya mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dan ketentuan hukum Pidana sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), sehingga dirasa masih kurang cukup apabila ketentuan Pidana hanya mengacu kepada kedua peraturan tersebut.

Oleh sebab itu dikarenakan peraturan yang ada dianggap belum cukup untuk menekan tingkat kejahatan yang ada di Indonesia, maka perlu di adakan sistem keadilan restoratif (restorative justice) di Indonesia yang diharapkan dapat menyelesaikan setiap perkara Pidana tanpa melalui proses peradilan.

Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Keadilan restoratif sendiri sebelumnya hanya di atur dalam ketentuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012″), yang mana tujuan dari keadilan tersebut adalah guna untuk memperbaiki tumbuh kembang anak di dalam masa pertumbuhannya.

Mengenal Delik Biasa dan Delik Aduan Dalam KUHP

KUHP sendiri mengenal tindak Pidana delik Biasa dan delik Aduan, yang mana tindak Pidana delik Biasa dapat dilaporkan oleh siapa saja yang mengetahui terjadinya tindak Pidana sehingga tidak dimungkinkannya proses Pidana dihentikan meskipun pelaku tindak Pidana dan korban telah bersepakat untuk berdamai, sedangkan delik Aduan hanya dapat diproses apabila ada pengaduan dari korban (hanya mengacu pada beberapa pasal dalam KUHP).

Tindak Pidana dengan delik biasa hanya dapat dihentikan proses Pidananya hanya dengan ketentuan:
1. Tidak terdapat cukup bukti;
2. Peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak Pidana;
3. Penyidikan dihentikan demi hukum dengan ketentuan (Pelaku tindak Pidana meninggal dunia, Perkaranya pernah diproses sebelumnya/Nebis in Idem dan Perkaranya kedaluwarsa)

Tanpa ketentuan tersebut, proses perkara Pidana akan tetap dilanjutkan apabila perkara yang dilaporkan adalah jenis delik Biasa sehingga kecil kemungkinan Tersangka/Terdakwa dapat terbebas dari jerat Pidana tanpa adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa tidak cukup bukti/alasan untuk menjatuhkan hukum kepada Terdakwa sehingga Terdakwa harus dinyatakan bebas.

Bagaimana Sistem Keadilan Restoratif Terhadap Orang Dewasa Yang Tidak Di Atur Dalam UU 11/2012?

Mengacu pada ketentuan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (“PKRI 15/2020”), maka ada secercah harapan bagi pelaku tindak Pidana untuk dapat terbebas dari hukum Pidana.

Namun masih ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar pelaku tindak Pidana dapat terbebas dari hukum Pidana sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 PKRI 15/2020 yang berbunyi:

“…..Pasal 5 PKRI 15/2020
(1) Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
b. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
(2) Untuk tindak pidana terkait harta benda, dalam hal terdapat kriteria atau keadaan yang bersifat kasuistik yang menurut pertimbangan Penuntut Umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri dapat dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan tetap memperhatikan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan salah satu huruf b atau huruf c.
(3) Untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dikecualikan.
(4) Dalam hal tindak pidana dilakukan karena kelalaian, ketentuan pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat dikecualikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal terdapat kriteria/keadaan yang bersifat kasuistik yang menurut pertimbangan Penuntut Umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri tidak dapat dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
(6) Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
1. mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban;
2. mengganti kerugian Korban;
3. mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan atau
4. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.
(7) Dalam hal disepakati Korban dan Tersangka, syarat pemulihan kembali pada keadaan semula sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dapat dikecualikan…..”

Pihak yang yang berwenang menjembatani keadilan restoratif ada pada penuntut umum, sehingga Penuntut Umum wajib untuk melakukan upaya perdamaian terlebih dahulu dengan cara melakukan pemanggilan kepada korban, dan apabila dianggap perlu penuntut umum dapat melakukan pemanggilan kepada keluarga korban/tersangka dan tokoh atau perwakilan masyarakat dan pihak terkait untuk dipertemukan dan dijelaskan maksud dan tujuan pemanggilan tersebut.

Apabila korban menerima upaya perdamaian tersebut, maka perdamaian tersebut akan dituangkan kedalam sebuah perjanjian yang akan ditandatangani oleh para pihak, sehingga proses penuntutan dapat dihentikan.

Kapan Proses Perdamaian Dapat Dilakukan?

Proses perdamaian dapat dilaksanakan pada tahap penuntutan dan dapat diselesaiakan pula pada tahap penyidikan dengan tetap mengacu pada ketentuan yang ada pada PKRI 15/2020.

Perkara Apa Saja Yang Tidak Dapat Diselesaikan Dengan Berdasarkan Keadilan Restoratif?

Meskipun seyogyanya ada upaya hukum keadilan restoratif dengan cara mendamaikan antara korban dan tersangka, namun masih ada beberapa tindak Pidana yang tidak dapat diberlakukan keadilan restoratif meskipun telah tercapai kata ‘damai’ antara korban dan tersangka. Tindak Pidana yang dimaksud adalah:

a. Tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan;
b. Tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal;
c. Tindak pidana narkotika;
d. Tindak pidana lingkungan hidup; dan
e. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

KESIMPULAN

Keadilan restoratif (restorative justice) merupakan wadah untuk menyelesaikan perkara Pidana diluar Pengadilan dengan cara mengembalikan keadaan seperti semula dengan adanya perdamaian antara korban dan pelaku tindak pidana sehingga diharapkan dengan adanya sistem keadilan restoratif tersebut dapat tercipta lingkungan hidup yang nyaman bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Muhammad Kamal Hasan

Assistant Lawyer

Education :

Paramadina University

Expertise :

Negotiation, Critical Thinking, Private Investment, and Teamwork.

Email:
Kamalhasan1696@gmail.com

Siti Fatimah, S.H

Associate

Education :
University of Pancasilla

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Alternative Dispute Resolution (ADR), Intellectual Property Rights, Corporate Legal Practice

E-mail :
siti.fatimah@oprichterlegal.net

Putra Doni Indradi, S.H

Associate

Education :
University of Diponegoro

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (DPN Indonesia)

Expertise :
Criminal Law, Civil Law, Corporate Legal Practice

E-mail :
putra.doni@oprichterlegal.net

Davin Gerald Parsaoran Silalahi, S.H

Associate

Education :
Sebelas Maret University 

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Alternative Dispute Resolution, Private Investigation,  Criminal Law

E-mail :
davin.gerald@oprichterlegal.net

Gracia, S.H

Associate

Education :
Tarumanagara Universiti

Professional:
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
General Corporate, Commercial Dispute Resolution, Constitutional Law

E-mail :

gracia@oprichterlegal.net

Berlian Virradhylia Mahadewi, S.H

Associate

Education :
Bachelor of Law Brawijaya University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
General Corporate Matters, Dispute Settlement, Industrial Relations Dispute

E-mail : berlian.virradhy@optichterlegal.net

Ariane Felisia, S.H., M.Kn.

Senior Partner

Education :
Atma Jaya Catholic University Of Indonesia
Jayabaya University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Corporate Legal Practice, Commercial, Banking & Finance, Land & Property, Advise & Consultation, Intellectual Property, Insurance, Legal Permits.

E-mail :
ariane.felisia@oprichterlegal.net

Retno Astuti, S.H., M.H.

Senior Partner

Education :
Sumpah Pemuda School of Law
Indonesian University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Intellectual Property Rights, Litigation and Dispute Resolution, General Corporate Matters, Insurance, Civil and Criminal Law.

E-mail : retnos@oprichterlegal.net

Ambo Dalle, S.H., M.H.

Managing Partner

Education :
Sumpah Pemuda School of Law
Trisakti University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Debt Recovery, Litigation & Dispute Settlement, Bankruptcy & Suspension of Debt Repayment Obligation, Criminal Law, Corporate Legal Practice, Commercial Agreement, Debt and Corporate Restructuring, Banking & Finance, Manpower, Land & Property, Collateral, In House Legal Training, Advise & Consultation.

E-mail : ambo.dalle@oprichterlegal.net

Ilham Maulana, S.H, M.H.

Partner

Education :
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta University
Trisakti University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Business Law, Debt Recovery, Civil & Criminal Law, Litigation and Non Litigation Dispute Settlement, Legal Opinion, Commercial law, Corporate Legal Practice.

Email : ilham.maulana@oprichterlegal.net

Rizki, S.H

Partner

Education :
Muhammadiyah Tangerang University

Professional Organization :
Indonesian Bar Association (PERADI)

Expertise :
Alternative Dispute Resolution, Private Investigation,  Criminal Law, Family Law, Land and Property Dispute.

E-mail :
rizki@oprichterlegal.net